Hs bunda euis

Melatih Ananda Cerdas Finansial#Day 8 💰

Ada teman2 yang japri tanya tentang urutan proses belajar kakak tsabita terkait melatih kecerdasan finansial.

Ubek2 beberapa tulisan lama dan merangkumnya kembali di catatan kali ini. Jadi yang kami lakukan terkait pengenalan finansial sebagai bagian dari rizki seperti ini.

💰 Pertama membangun pondasi utama terkait fitrah iman. Bahwa ALLAH Sang Pemberi Rizki. Fitrah iman yang ada di masa emas usia 0 - 6 tahun jadi fokus perhatian kami termasuk bab ttg memaknai rizki dalam hal ini uang.

Saat mereka lagi makan enak, kami suka ajak bicara bahwa ayah bunda bisa beli makanan ini karena Allah kasih rizki. Saat menikmati liburan kami sering tanya, rizki dari mana hayo? Allah ! Bilang apa nak? Terimakasih Ya Allah..

Di fitrah iman ini juga kami mulai sounding tentang berbagi sebagai bentuk syukur. Sejak usia kakak tsabita 2 tahun hingga sekarang, setiap tahun kami agendakan tasyakuran bersama anak2 panti asuhan di moment ulang tahunnya. Kami sewakan kendaraan, dan mengajak mereka ke hoka2 bento royal plaza. Tak ada kue tart, tak ada tiup lilin, pun tak ada lagu happy birthday. Yg ada hanya maen bareng, dan pembacaan doa

💰Kedua, memperkenalkan konsep bekerja sebagai bentuk ibadah sekaligus ikhtiar menjemput rizki Allah.
Itulah mengapa pernah ada dialog antara tsabita yg saat itu berusia 5 tahun dengan salah satu tetangga kami. Tsabita ayah kerja buat apa? Buat beli susu? | ndak | buat beli baju ? | ndak | buat beli mainan ? | ndak | trus ayah kerja buat apa dong? | buat ibadah.

Step ini juga kami lakukan di masa golden age atas fitrah iman yakni usia 0 - 6 tahun.

💰 Ketiga, kami perkenalkan konsep uang sebagai alat pembayaran di usia 3 atau 4 tahun. Dari hal yg paling simple seperti mengajak mereka saat beli sesuatu dan membayarnya. Termasuk dari permainan sederhana. Saat mereka asyik maen masak2an, kami pura2 jadi pembeli untuk memesan makanan dan pura2 juga menyodorkan uang untuk membayarnya.

💰Keempat, kami perkenalkan konsep menabung. Kami ajak ananda baca buku ttg menabung dan mengajaknya pula untuk memilih dan membeli celengan yg diminati. Uangnya dari mana? Hibah recehan2 ayah bunda. Di step ini pula ananda belajar untuk menunda keinginannya. Usia berapa? Usia 3 tahun seingat kami sdh kami perkenalkan konsep menabung. Tapi baru efektif berjalan usia 5 tahun.
💰 Kelima, dari memperkenalkan konsep uang sebagai alat pembayaran yg masih "abstrak" sebelumnya, sekarang kami coba konkretkan. Usia 5 - 6 tahun, asumsi karena otak pre frontal cortexnya sudah mulai berkembang.

Awal dulu pernah beli susu uht di salah satu swalayan. Dan kami ingat betul saat itu ananda bercucuran air mata karena uang recehan di tasnya berpindah tangan dg jumlah yg tidak sedikit (kalau tdk salah kisaran Rp 4.300). Dari sana kami melihat ananda banyak belajar terutama tentang definisi uang sbg alat pembayaran sekaligus memaknai berharganya uang tersebut. Bahwa untuk mendapatkan sekotak susu harus ditukar dengan rela mengorbankan uang tabungannya.
Pasca percobaan pertama tersebut,  kakak jadi lebih berhemat kalau punya uang dan bisa menahan diri untuk menunda saat memiliki sesuatu.

Silahkan nabung ya, jawab kami singkat kalau ia mengajukan permintaan untuk memiliki barang tertentu. Ekspresinya saat mendengar jawaban kami ?Tantrum ? Alhmdlh tidak pernah.  yg ada malah lonjak2 bahagia. Hehehe..

Percobaan kedua waktu ananda menginginkan boneka kecil yg ia temui saat kami belanja di salah satu swalayan.

Bunda aku mau nabung beli ini boleh gak? / boleh / berapa harganya bunda ? / kami lihat stiker harga yg tertera dan menyebut angkanya.

Sebulan lebih ananda menabung dan menahan diri agar tak satu koin pun keluar dari kotaknya. Setiap hari dihitung hingga akhirnya tercukupi juga.  si ayah yg dpt giliran mengantar ke swalayan tsb hanya untuk membeli boneka yg dimaksud. Jika transaksi sebelumnya diwarnai tangisan tak rela, maka kali ini hanya senyum lebar dan wajah sumringah yang nampak meski rupiah yg dikeluarkann jauh lebih banyak. Tiga puluh ribu rupiah.

Transaksi ketiga saat dia memutuskan menabung untuk beli gantungan kunci putri duyung. Saat itu ananda ijin : bunda, boleh beli ini gak? Aq mau nabung dulu / boleh silahkan / berapa harganya ? / ndak ada stiker harganya tuh. Coba kakak tanya sama tante yg jual - dan ia pun tanpa malu mengorek info dari penjaga toko tentang harga yg dibandrol untuk si gantungan kunci ini. Hmm,, ternyata sepuluh ribu sodara2..

Sebenernya sih bisa2 aja bunda langsung keluarkan uang di dompet dan bayar tunai saat itu juga. Tapi biarkan ananda meneruskan proses belajarnya, pikir saya meyakinkan diri.

Setiap hari dihitung berapa rupiah yg terkumpul hingga akhirnya cukup untuk membeli gantungan kunci yg diidam2kan. Dan saya yg tengah hamil saat itu harus komitmen untuk mengantarkannya ke salah satu pusat perbelanjaan di kota pahlawan ini. Meski harus berpanas2 naek motor menempuh perjalanan 26 km pp hanya untuk belanja gantungan kunci seharga sepuluh ribu rupiah !

💰Keenam, step mengenalkan nominal uang.

Saat main dg teman2nya, bs jg jd momen menumbuhkan fitrah belajar. Kalau anak2 perempuan kan biasanya main pasar2an trus ada adegan jual beli gitu.

Mereka bikin uang2an dari kertas dg tulisan nominal tertentu. Dari sana fitrah belajar tsabita seputar matematika, lebih tepatnya tentang nominal pecahan uang, jd terpantik.

Saat temannya pulang, dia kepo (intellectual curiousity). Tanya ttg uang.. ttg pecahan uang. Trmsk saat belanja dan masuk lorong mainan, dia minta dibacakan harga yg tercantum di label. Trmsk dia hobi buka aplikasi tokopedia dan traveloka untuk sekedar membaca harga barang atau hotel yg membuatnya penasaran.

Sampai suatu hari dia bicara : Bunda, klo nolnya satu itu puluhan, nol 2 ratusan, nol 3 ribuan, nol 4 puluhan ribu, trus bicara sampai nol 12 itu triliyun. Kaget juga saya dan ayahnya. Padahal kami tdk mengajarkan demikian. Ya ternyata diam2 memang dia sedang belajar sendiri.

Mengenal uang, membaca pecahannya, menabung dan menghitungnya, plus bertransaksi langsung menjadi cara efektif bagi kakak tsabita belajar matematika selama ini. Bukan hanya akhirnya ia mengerti ttg nominal uang tp jg makin menghargai uang dg tdk dihambur2kan atau menahan diri jika menginginkan sesuatu. Dan yg paling penting, ia merasa butuh untuk belajar. Bukan asal dijejalkan. Tdk semata2 diajarkan

💰Ketujuh. Tiga konsep dasar finansial sdh terbangun pondasinya : rizki uang dari allah, uang sbg alat pembayaran, butuh menunda keinginan dan menabung untuk beli apa yang diinginkan.  Next step membangun pondasi berikutnya. Pada titik ini bukan hanya what dan how, tapi lebih urgent untuk memunculkan why terlebih dahulu. Tidak dijejal tapi ditumbuhkan. Apanya ? Kebutuhannya.

Cari tahu apa yg ingin kamu ketahui, pelajari apa yg ingin kamu kuasai.

Jadi hampir setiap hari si kakak ini bongkar celengannya. Menghitung berapa banyak uang yg terkumpul untuk membeli mainan yg dia incar. Sampai pada tanggal 30 maret 2017 ia berkata : bunda, lama banget sih uangnya cukup...

Memang yg di incar oleh bocah yg saat itu usia 7 tahun 3 bulan agak mahal. Kalau dulu berhasil nabung dan beli mainan seharga 10 rb dan 30rb, kali ini ia harus menabung sampai 80rb.

Saat pernyataan itu ia lempar, langsung kami handling dg pertanyaan : terus gimana dong biar cepet kumpul uangnya ?

"Aku harus kerja bunda. Biar uangnya cepet kumpul", ujarnya mantap.

Eaa,,, ini yg kami tunggu2 muncul sendiri dr ananda. Eureka !

Krn  sekolahnya drmh dan saat ini mereka blm dpt uang saku dr ayah bunda, maka uang tabungannya selama ini hanya dr recehan2 sisa belanja yg dksh orang tuanya. Dan ia menyadari bahwa cara ini lama bin lelet. Ia butuh cara lebih cepat untuk mendapatkan uang. Kerja !

Bunda : Okeh, kakak mau kerja apa ? Ada ide ?
Kakak : Gimana kalau aku jualan sate telur puyuh. Kan enak telur puyuh itu. Aku suka.
Bunda : Hmm, boleh juga idenya. Tapi gimana caranya?
Kakak : Aku juga gak tahu. Pake minyak (digoreng) atau pakai air (direbus) ya? Ayo cari di youtube bunda. Cara memasak telur puyuh.

Alhasil kamipun berselancar di dunia maya untuk bbrp waktu.

Bunda : Okeh kak, cara masaknya kita sdh tau. Skrg apa?
Kakak : belanja ke pasar bunda. Aku ambil kertas dulu ya buat nulis mau belanja apa -duplikasi emaknya hehehe-

Dan si kakak yg baru saja memulai belajar bacapun, berjuang keras di step ini. Menuliskan huruf demi huruf demi terangkai sebuah kata. Tak ada wajah tertekan meski keningnya sempat berkerut bbrp kali untuk berpikir. Tak ada keluhan meski jelas terlihat bola matanya bbrp kali melihat ke atas spt sedang berjuang mengingat2 sesuatu. bibirnya komat kamit untuk mengeja huruf demi memunculkan bunyi yang pas dg kata yg akan ditulis. Dan finally senyum merekah lebar saat daftar belanjaanpun kelar dituliskan. Semangat pula saat mengeksekusi dan jual ke teman2 bunda meski sempat ada adegan masakan hangus karena bocahnya maen bundanya ketiduran. Sejak itu si kakak jadi kecanduan jualan.

💰 kedelapan, Menjelang usia 8 tahun ini kakak tsabita sedang belajar ttg budgeting (mengelola uang saku), mempertajam latihan membedakan needs or wants dan market project

Dan 2 pekan ini ia berinisiatif untuk membuat market project for charity. Ia pengen jualan telur puyuh dan seluruh hasilnya buat beli alat sholat teman2nya di panti asuhan.

Saat ini ananda usia 8 tahun krn 3 bulan. Tentu masih panjang proses melatih kecerdasan finansialnya. Masih ada 6 tahun waktu ayah bunda untuk menjadi teman belajarnya sebelum akhirnya aqil baligh di usia 15 tahun.

Itu rangkuman perjalanan tsabita. Sekaligus untuk mengikat makna, menyimpan memori. Proses yg sama, alur yg serupa kami pakai untuk melatih adeknya, farisah yg akan genap 5 tahun dua bulan lagi.

Banyak PR, jauh dari sempurna. Ayah bundanya masih butuh banyak belajar apalagi dua kakak tidak bersekolah di lembaga formal melainkan saat ini memilih homeschooling.

Kencengin doa moga Allah senantiasa back up langkah2 kami.

Keep relax and optimis. Bismillah, on track 💪🏻

🏡 Graha Istiqomah, 23 September 2017

❤ Bunda Euis Kurniawati


Comments